Sedikit uneg2 yg saya kaji dan telaah, kemudian riset ke rekan2 saya para pakar dan guru di bidang photography di Jogja : semoga membawa wacana tersendiri...amin....tulisan ini sudah saya share juga ke sahabat saya di Jogja....
“Foto yang bagus itu ya foto yang dihasilkan langsung dari kamera, tanpa olah digital lanjutan dengan software semacam Photoshop, Lightroom, dan lainnya. Sehingga muncul anggapan bahwa fotografer yang hebat itu ya yang motret tanpa pake olah digital segala…”
Dulu ketika mula-mula menekuni hobi fotografi di tahun awal tahun 1997an (berbekal kamera SLR film merk Ricoh sederhana dan kemudian sempat mencicip kamera pocket digital generasi awal), saya pun memiliki pola pikir yang sama, hasil dari pengaruh “senior-senior” yang sebenarnya juga tak punya dasar yang kuat tentang anggapan itu. Seolah-olah, olah digital dari hasil jepretan adalah sesuatu yang tabu dan menunjukkan betapa gak “hebatnya” kita dalam menekuni bidang fotografi. Sehingga kadang merasa malu untuk mengakui kalau beberapa foto saya dulupun pernah melalui proses olah digital.
Namun lambat laun saya pun terbuka seiring bertambahnya jam motret dan juga interaksi saya dengan dunia fotografi, termasuk diskusi dengan orang- orang yang giat di dalamnya ataupun membaca berbagai tulisan mengenai salah kaprah anggapan tentang olah digital (digital editing) dalam foto.
Ternyata, justru mereka yang mengatakan bahwa foto yang bagus itu adalah foto yang dihasilkan langsung dari kamera tanpa olah digital adalah kelompok yang sebenarnya masih sangat PEMULA dan LEMAH dalam pemahamannya tentang fotografi. Dalam dunia fotografi digital… olah digital itu sudah dimulai sejak pertama kali kita menekan tombol shutter dan sensor kamera menangkap gambar yang kita foto. Jadi, mau tak mau… foto yang kita hasilkan itu adalah hasil olah digital di DALAM KAMERA. Belum lagi jika kita memakai berbagai macam fitur tambahan dalam kamera digital itu: ISO, WB,Metering, Picture Style, Filter, dan lainnya… maka olah digital tak bisa terhindarkan, karena hasil foto dari kamera digital pastilah satu paket dengan proses olah digital di dalam kamera. Olah digital yang dilakukan melalui software hanyalah proses lanjutan utk “mengoreksi” kekurangan yang tidak bisa dilakukan oleh sistem kamera digital yang kita gunakan.
So… kalo masih ada aja yang beranggapan bahwa foto yang dihasilkan dari hasil olah digital itu “Gak Pro”… perlu ditanyakan lagi ke dianya…dia motret pake kamera digital atau apaan?
Salah kaprah lainnya… yang mungkin sepele adalah penggunaan istilah Professional (Pro) dalam dunia fotografi untuk membedakan dengan para “beginner” atau pemula. Kita cenderung mengadaptasi istilah professional untuk digunakan sebagai sebutan bagi mereka ahli di bidangnya, mereka yang hebat, atau mereka yang berada di tingkatan master dengan bidang keahliannya. Padahal… dalam terminologi bahasa… istilah Professional itu berasal dari kata dasar Profesi atau pekerjaan. Sehingga kata professional itu sebenarnya lebih tepat untuk menunjukkan bahwa seseorang itu menghasilkan uang/pendapatan dari bidang yang ia geluti.
Fotografer professional itu ya jadinya adalah seorang tukang foto yang mendapatkan penghasilkan dari aktivitas potret-memotret… hebatkah dia? ahlikah dia? Sebenarnya ya gak selalu berkaitan dengan istilah profesional. Siapa saja yang mampu menghasilkan uang dari aktivitas yang ia tekuni (seberapapun tinggi/rendah level kemampuannya atau seberapapun bagus/jelek foto yang dihasilkannya) yang penting ia bisa menghasilkan uang darinya… maka ia bisa dikategorikan profesional
Istilah untuk mereka yang memang ahli dan berpengalaman di dunia fotografi sebenarnya lebih tepat diistilahkan dengan kata: Expert. Banyak yang expert di bidang fotografi tapi tak menjadikannya sebagai pekerjaan untuk menghasilkan uang. Makanya mereka yang ahli itu jarang disebut Profesional…
Kembali ke masalah editing and no editing… para fotografer profesional dan expert justru merupakan sosok-sosok yang paling banyak “bergantung” dengan proses olah digital lanjutan di komputer. Mereka berusaha menghasilkan foto yang terbaik untuk para klien-nya ataupun untuk kepuasan pribadinya, oleh karenanya proses olah digital lanjutan tak luput dari aktivitas mereka.
So… kalau masih ada saja yang beranggapan bahwa para fotografer profesional dan expert itu tak pernah memakai olah digital lanjutan…kayaknya yang bersangkutan kudu kita minta untuk kembali belajar tentang fotografi secara lebih dalam
“Lha… kalau foto bagus selalu bisa dihasilkan dengan olah digital… berarti skill dan pemahaman dasar fotografi seorang fotografer gak terlalu penting buat menghasilkan foto dong?”
Well… Skill dan pemahaman mendasar tentang fotografi itu tetap sangatpenting, apalagi jika ditambah dengan pengalaman (experience). Seperti yang saya singgung sebelumnya; olah digital itu digunakan untuk “mengoreksi/ memperbaiki” kekurangan elemen foto yang dihasilkan dari hasil kamera. Komposisi, cerita, konsep, dan makna sebuah foto itu tetap tak bisa diambil alih oleh digital editing, itu semua berasal dari skill, pemahaman, dan juga pengalaman dari fotografernya.
Olah digital itu dalam masa fotografi film disamakan dengan proses kamar gelap (dark room), dimana rol film mengalami proses “pencucian” dengan zat kimia untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Komposisi zat kimia, lama waktu, dan lainnya itulah yang kemudian di era digital menjadi jauh lebih sederhana dengan proses digital editing melalui software.
Batasan olah digital sebenarnya juga tak pasti… namun para sesepuh fotografi menggunakan istilah kewajaran sebuah foto dalam mengolahnya. Misalnya foto-foto jurnalistik, tentu bukan keindahan yg jadi nilai utamanya, tapi seberapa bagus dan wajarnya foto itu mewakili sebuah peristiwa sehingga penikmatnya bisa menangkap berita yang disampaikannya. Namun sekali lagi… tak ada batasan yang jelas untuk masalah olah digital… dikembalikan kepada masing-masing fotografernya
Nah… kalau masih ada yang keukeuh “ngotot” bahwa foto yang bagus itu ya yang langsung dihasilkan dari kamera dan TANPA proses olah digital lanjutan…. well… tak perlu kita berdebat lebih panjang siapa yang salah dan siapa yang benar…
Mending kita motret lebih banyak dan sering, menambah pengalaman, bertukar ilmu, dan saling memberikan kritikan membangun/masukan mengenai hasil fotografi masing-masing…
Sumber: Facebook